Hari mulai beranjak sore. Ifa spontan bergerak dari depan computer di salah satu warung internet dekat rumahnya. Sebenarnya ia belum ingin pulangl tapi mengingat ibu yang sudah siap menunggu di pintu rumahnya. Ia akan dimarahi habis- habisan oleh ibunya karena ia tau, ibu akan sangat marah jika ia terlambat.
‘Ifa….!!’ Angel salah satu temannya nongkrong di warnet memanggil.
‘ya Angel, ada apa? Sory, aku harus pulang. Nanti dimarahi ibu’. Teriak Ifa.
‘mang nya kamu takut ya sama ibumu? Bilang aja kita belajar kelompok atau apa….gitu biar ibumu percaya.’
‘oo, gitu ya, aku kok gak pernah kepikiran sampai kesana ya…ya dech. Tapi besok aja. Sebenarnya aku bukan takut sama ibuku, tapi males aja dengar ibu marah – marah.
Paling yang dibilang. Ifa, jangan pulang maam-malam, kamu kan anak perempuan. Dan bla…bla…bla…… yang masih sangat panjang.’
‘ok dech….hati-hati ya Afifah’ Angel tersenyum sambil melambaikan tangannya
Sambil melengos, Ifa berlari menuju pintu. Kenapa ya?? Setiap kali dipanggil Afifah rasanya pengen marah gitu.
‘coba donk nama ku Angel atau Monica, kan keren. Ini malah Afifah, Jadul banget.’ Ifa berjalan sambil menggertu tak jelas.
Sejak kecil, Ifa memang slalu bertanya pada Ayah dan Ibu. Kenapa namanya gak keren. Atau kenapa namanya gak seperti nama - nama artis gitu. Dan ayah hanya tersenyum setiap kali Ifa menanyakan itu. Ayah pernah bilang, kalau nama itu adalah do’a. ayah dan ibu mu memberi mu nama itu agar kamu menjadi anak yang soleha.
Akhirnya, setelah mendengar jawaban yang panjang dan lebar dari ayah, Ifa hanya manyun, karena masih tidak terima dengan alasan ayah.
‘Ifa kan maunya dikasi nama Angel karamoy atau Arumi Bachin, biar kerenan dikit’
Ifa memang sedikit manja, dia slalu bertingkah seperti anak es em pe, padahal sekarang ia sudah kelas XI es em a. setiap kali ada masalah atau ada sesuatu yang difikirkan. Lebih sering diceritakannya pada ayah. Karena menurutnya ayahlah yang lebih mengerti dia daripada ibu. Dimatanya, ibu adalah seorang yang ribet, cerewet. Slalu mengatur hidupnya. Dan itu bertolak belakang dengan sifatnya yang tak mau diatur.
Seperti sore ini, Ifa dengan sengaja tidak pulang langsung kerumah. Sepulang sekolah, ia langsung nongkrong diwarnet biasa. Sambil mengotak atik mouse dan keyboard, Ifa meng-update status terbaru. Begitulah Ifa, sehari-hari sepulang sekolah nongkrong diwarnet. Bukannya untuk mencari tugas atau browsing sekedar menambah ilmu. Tapi malah facebookan.
Padahal Ifa tau, ayanhnya hanya seorang pedagang kecil. Menjual buah-buahan musiman. Sedangkan ibunya haya seorang ibu rumah tangga. Tapi Ifa malah menghambur-hamburkan uang untuk hal yang tidak bermanfaat.
Pukul 18.45, seusai shalat maghrib. Ibu berdiri di depan kamar dengan wajah cemas. Karena tidak biasanya Ifa pulang jam segini. Bisanya ia akan pulang terlebih dahulu atau sekedar makan dan ganti baju, lalu pergi. Tapi hari ini dari pagi Ifa belum pulang juga.
Tiba-tiba pintu dibuka pelan, sambil melirik kiri kanan, Ifa masih was-was. Takut kalau ibunya melihat dia baru pulang.
‘Ifa…..!!’ panggil ibu
‘yakh, ketahuan’. Sungut Ifa.
‘Ifa, kamu darimana? Tau gak jam berpa sekarang? Kamu kalau kemana-mana bilang donk. Jangan bikin ibu dan ayahmu cemas.
‘
“Ifa... tadi ada tugas kelompok.”
“iya, tapi setidaknya kamu hubungi ibu atau pulang sebentar kerumah.”
“ibu kenapa sich....? Ifa kan udah besar, masa kemana-mana harus izin dulu. Emang Ifa anak TK?”
“astaghfirullah nak, ibu bukannya menganggap kamu anak kecil, tapi ibu takut kamu kenapa-napa”
“terserah ibu ajalah”
Ifa pergi tanpa permisi masuk kekamarnya. Didepan pintu, ibu hanya termenung melihat sifat anaknya yang sudah berani membentaknya.
Esoknya, pagi-pagi sekali ibu sudah siap dengan aktivitasnya didapur. Setelah subuh, ibu memasak sarapan pagi seadanya. Setelah dihidangkan diatas meja, telur dadar, nasi goreng dan teh panas ditutup. Ibu bergegas kearah belakang mencuci piring – piring kotor dan peralatan untuk memasak tadi. Setelah piring bersih dan tersusun rapi, ibu mencuci pakaian ifa dan ayah disumur. Lalu ibu membersihkan rumah dan pekarangan rumah. Sedangkan Ifa, belum juga bangun. Tadi dibangunkan ibu untuk shalat subuh, setelah itu tidur lagi. Begitulah keseharian ibu dirumah. Pekerjaan ibu kelihatannya gampang, sekedar membersihkan rumah dan mengerjakan apa-apa yang ada dirumah. Tapi cukup menguras tenaga. Terkadang ibu juga kelihatan lelah sekali karena harus mengerjakan semuanya sendiri. Belum lagi saat teman – teman Ifa datang sekadar untuk bermain. Ifa sebisa mungkin meminta ibunya menyiapkan kue dan minuman dingin. Padahal, seharian ibu sudah lelah, dan Ifa tak pernah memikirkan itu.
Dipenghujung musim sekolah, hampir mendekati ujian akhir. Ifa mulai rajin belajar. Ia tidak mau mendapat gelar SA alias siswa abadi di akhir nama nya. Walaupun manja dan sedikit nakal, Ifa sebenarnya termasuk anak yang pintar. Saat itu, ibulah yang paling seriing mengingat kan Ifa untuk giat belajar. Walau agak jengah mendengar nasehar ibu yang dianggap cerewet, tapi ifa manut juga.
Hampir setiap malam ibu menemani Ifa belajar. Karena ayah tak bisa menemani nya belajar. Ayah sering pulang larut malam karena harus menjajakan buah-buahan musiman. Dan pulang dari jualan, ayah biasanya langsung tidur.
Malam itu, Ifa tak sengaja mendengar ibunya sedang berdo’a. sambil mengusap air mata, ibu berdo’a agar senantiasa diberi kesehatan. Ibu juga berdoa agar Ifa jadi anak yang soleha serta dimudahkan dalam ujian nantinya.
Ifa berlalu tanpa berfikir sedikitpun tentang apa yang dilakukan ibunya. Yang ada difikirannya, mungkin memang begitulah seharusnya seorang ibu.
Tak terasa, ujian sudah dilewati. Dan hari ini penentuan kelulusan. Ifa lulus dengan nilai yang cukup memuaskan. Dia langsung pulang untuk menyampaikan kabar gembira ini kepada ayah dan ibu. Setiba dirumah, ifa langsung menyampaikan kabar kelulusannya, dan Ifa juga mengatakan kalau ia mau melanjutkan ke perguruan tinggi negeri di luar kota.
Ibu dan ayah sangat senang. Tapi ada gurat kegelisahan dan rasa cemas yang sempat terlihat dimata ibu. Karena harus melepas anak semata wayangnya.
Beberapa bulan kemudian, Ifa diterima di perguruan tinggi negeri yang diinginkannya, walau sempat ada rasa kesal pada ibu. Harus mendengar nasehat yang panjang lebar.
Dua semester sudah dilewati. Pada saat libur panjang akhir semester ia pulang. Mungkin karena terlaluu banyak aktivitas, Ifa jatuh sakit. Setiba dirumah, Ifa langsung disambut ibu dengan senyuman dan pelukan hangat. Saat di rumah, ibu sangat telaten menjaga Ifa. Tak dibiarkannya Ifa bekerja, akhirnya Ifa hanya istirahat.
Saat dirumah, Ifa melihat ada kegiatan lain yang dilakukan ibunya . yaitu membuat kue untuk dititipkan diwarung-warung dekat rumah. Rupanya ibu melakukan itu semua agar kuliah Ifa tetap lancar.
Ada rasa penyesalan dihati, saat ingat sifatnya dulu kepada ibu yang membantah dan tak pernah membantu pekerjaan ibu.
Malam itu adalah malam terakhirnya dirumah. Karena esok ia harus berangkat lagi melanjutkan perkuliahan, lusa sudah masuk. Sengaja, saat ayah belum pulang, Ifa diam-diam masuk kekamar ibunya. Ifa menatap wajah ibu yang sudah larut dalam mimpi-mimpi. Ifa melihat wajah itu begitu sayup. Gurat-gurat kelelahan tampak jelas diwajah ibu. Mata ibu begitu cekung. Seolah sudah lelah menatap dunia. Sebagian rambutnya sudah memutih di tumbuhi uban, sedangkan kulitnya sudah tipis termakan usia.
Ibu kelihatan sangat lelah . lelah dengan kehidupan dunia. Lelah dengan tingkah laku anaknya. Walau itu hanya bisa dilihat saat ia tidur. Ifa mencoba mengamati wajah ibunya sekali lagi. Betapa bodohnya ia, saat ingat masa kecilnya yang malu mengatakan orang yang telah melahirkannya itu adalah ibunya. Bahkan Ifa lebih menyukai sosok ibu dari teman – temannya. Yang slalu mengikuti kemauan anak-anak mereka. Tapi sekarang, Ifa menyesal. Dan ifa merasa bangga memiliki ibunya. Orang yang slama ini telah mengajarkan arti kesabaran dalam kehidupan.
“assalamualaikum....”
Ifa melihat jam, jarum menunjukkan pukul 02.00 malam.
“ayah baru pulang”
Ifa bergegas menuju pintu luar sambil menyeka air matanya.
“wa’alaikumsalam....”jawab Ifa
“ayah baru pulang? Mau Ifa buatkan minum?”
“boleh, tapi habis itu, kamu tidur ya...besokkan mau berangkat”
“baik yah”
Esoknya, Ifa sengaja bangun pagi – pagi sekali. Ia ingin menyiapkan sarapan untuk ayah dan ibu. Ia ingin memperlihatkan pada ibu kalau ia dewasa. Dan do’a ibu agar ia menjadi anak yang soleha sepertinya diijabah oleh Allah.
Setelah shalat subuh, Ifa pun membenahi pakainnya untuk dimasukkan kedalam ransel. Jam 06.30 ia sudah berangkat dari rumah. Selesai sarapan bersama ayah dan ibu. Ifa pamit, dan satu pesan dari ibu saat itu, “hati-hati ya nak,” dengan senyumannya yang khas.
Dua jam perjalanan terasa sangat lama. Padahal masih tiga jam lagi baru sampai. Tiba-tiba handphone Ifa bergetar. Sms dari ayah, Ifa membuka inbox.
“assalamu’alaikum, nak. Udah dimana?
Kalau bisa pulang sekarang ya, ibumu tadi jatuh dikamar mandi.
Wassalam...”
“astaghfirullah, “ hanya itu kata yang terucap.
Tanpa ba bi bu, Ifa langsung bergegas pulang kerumah. Dua jam kemudian akhirnya Ifa tiba. Setiba dirumah, Ifa melihat banyak orang yang berdatangan kerumahnya. Hatinya galau, yang ada difikirannya hanya ibu.
Ketika masuk, Ifa melihat ayah yang duduk di samping ibu yang sudah terbujur kaku berselimutkan kain. Ternyata, ibu sudah tiada saat Ifa diperjalanan pulang.
Ya Rabbi, kenapa disaat hamba Mu ingin membahagiakan ibu, Engkau malah menjemputnya???
Ifa mendadak pusing, rumahnya seakan dihantam gempa.
Bruuug!!!!
Ambruk, Ifa pingsan.
Ctt: sesuatu akan dinilai berharga, saat ia sudah tiada
Pekanbaru, 20 desember 20010
0 komentar:
Posting Komentar