Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh… Ahlan Wasahlan Wamarhaban Bikum… Selamat Datang Ke Blog Saya… Terima Kasih.

Selasa, 01 November 2011

PAK TUA ITU….

Waktu itu, kira-kira pukul 17.00 sepulangnya dari perkuliahan. Seperti biasa, aku naik angkot warna hijau tua jurusan panam. Jam segini arus lalu lintas mulai padat di jalan Tuanku Tambusai. Karena jamnya orang kantoran pulang kerja, dan anak-anak sekolahan pulang. Sambil menunggu angkot, aku mengayunkan kaki melangkah d sepanjang trotoar.

“Teeet….teeet………. “

Astaghfirullah…spontan aku kaget mendengar suara klakson angkot yang sudah ada di sampingku.

“Panam..Panam…Panam”

“Panam dex,”

Karena kagetnya, aku merasa enggan menaiki angkot itu. Supirnya saja kurang sopan hampir menabrakku tadi…dan mengagetkan ku. Umpatku dalam hati,

“Gak bang, terima kasih”

ku ayunkan lagi kaki ku, sekilas ku lihat angkot yang tadi. Penuh sesak dengan anak es em a.

“hmmm, udah penuh masih juga ditawari, sungutku.”

Merasa kelelahan karena dari tadi angkotnya sarat penumpang, akhirnya ku putuskan untuk menunggu. Tak jauh ku lihat angkot hijau tua jurusan panam mendekat. Seorang bapak-bapak yang lumayan berumur yang jadi supirnya. Di belakang ada ibu-ibu yang mungkin pulang belanja. Dan 2 orang siswa SMA.

“Alhamdulillah, akhirnya ada juga angkot yang bisa kunaiki.”

Disepanjang jalan, 2 siswa sma di depan ku sibuk bercerita. Gak tau apa yang diceritakannya, sekilas ku dengar mereka menceritakan konser yang akan di laksanakan nanti malam di salah satu mol di kota ini. Tak berapa lama kemudian, pak supir memberhentikan angkot. Tepat di depan salah satu SMA. Rupanya ada penumpang baru, segerombolan anak SMA berhamburan masuk ke dalam angkot, tanpa menghiraukan kenyamanan penumpang yang lain. Dipemberhentian pertama, angkot yang kutumpangi pun penuh.

Lima belas menit sudah di perjalanan dengan angkot yang lumayan penuh, sehingga agak susah untuk bernafas lega, tiba-tiba pak supir memberhentikan angkot secara mendadak. Ibu yang berada disampingku terkejut, sambil memegangi baju ku.

Rupanya ada kecelakaan didepan, jalanpun bertambah macet. Karena kaget, ibu itu turun sambil bersungut-sungut. Meninggalkan angkot tanpa membayar ongkosnya.

Mungkin merasa bersalah, pak supir tidak menghiraukan ibu yang tidak membayar ongkos angkot itu. Selang beberapa menit kemudian angkot berjalan lagi… menelusuri kota yang akhir-akhir ini berdebu dan panas.

Angkot yang kutumpangi agak sedikit lapang dengan turunnya ibu tadi.

Simpang empat, bundaran mol sudah kulewati. Di persimpangan tiga Jl. Arifin Ahmad, tiba-tiba salah satu penumpang. Siswa SMA, meminta pak supir meminggirkan angkot.

“Ongkosnya di belakang ya pak”

“Iya” sahut sibapak dengan suara pelan

Angkot berjalan lagi, lamban kemudian sedikit melaju. Kulihat penumpang lainnya. Mungkin maksud anak tadi, temannya yang dibelakang yang membayar ongkosnya.

Lima menit kemudian…………..

Dipersimpangan empat pasar pagi, salah satu pasar di kota ini.

“Minggir pak” serempak dua siswa di pojok berkata

Sambil meminggir kan angkotnya, pak supir menoleh kebelakang. Tanda memintai ongkos

Dua siswa itupun turun, sedikit berlari dua siswa itu menyahut

“Ongkosnya dibelakang ya pak”

Dengan kata yang sama seperti penumpang sebelumnya.

Angkot pun berjalan lagi ke arah kanan menuju panam…lampu-lampu jalan mulai dihidupkan, tanda malam sudah datang.

Ku lihat lagi kedalam angkot. Masih ada dua siswa, dan satu siswi lagi. Saat itu yang ada difikiran ku, mungkin siswi ini yang akan membayar ongkos teman-temannya. Karena dua siswa yang masih tersisa adalah siswa yang memang sudah ada saat aku baru menaiki angkot, dengan kata lain tidak mungkin mereka yang akan membayar. Karena mereka duduk lebih awal dariku, sementra siswa lain datang setelah ku.

Lima menit kemudian, didepan jalan melur, dua siswa yang pertama menaiki angkot turun. Dengan membayar ongkos tiga ribu rupiah, sambil tersenyum salah satu dari mereka berkata.

“Maaf ya pak, uang nya kurang seribu”…

Hmm, iyalah . gak papa ucap pak supir

Sepuluh menit berlalu. siswi satu-satunya, dan orang yang ku anggap akan membayar ongkos siswa lain yang sudah turun dari tadi, meminta pak supir untuk memberhentikan angkotnya.

“Kiri pir…..”

Pelan angkot berjalan, mengarah kepinggir jalan, siswi itu pun turun sambil mengeluarkan uang 2000 rupiah,

Aku kaget, dengan heran sambil melihat jumlah ongkos yang dibayar oleh siswi tersebut, dua ribu rupiah? Bukannya dia harus membayar delapan ribu rupiah, knp hanya membayar 2000 rupiah saja.spontan aku bertanya

“dex, bukannya adex harus membayar delapan ribu?

Kenapa delapan ribu ya mbak?

“Hmm,, teman-temannya yang tadi??” Sambil menunjukkan arah belakang angkot

“Teman?? Yang mana ya?”

“Yang tadi turun di simpang”

oo..yang tadi. gak kenal tuchhh. Siswi itupun melangkah meninggalkan aku yang masih melongo, heran dengan kejadian hari ini. Disepanjang perjalanan pulang…

Dengan rasa penasaran aku bertanya kepada pak supir

Pak, di belakang sudah tidak ada orang lho? Sementara siswa SMA yg turun awal tadi belum bayar.

“Iya nak?? Hmmm, ya sudahlah mugkin mereka lagi tidak ada uang”

“Tapi…..”dengan suara pelan. Aku bergumam

“O ya, maaf pak, biasa nya dalam satu hari bapak dapat uang hasil narik angkot berapa ya?”

“Alhmdulillah, terkadang dapat 50 ribu…kadang lebih.

“Sering ya pak anak-anak SMA tidak bayar?”

“Mm,, kadang-kadang nak.”

“Trus kenapa bapak membiarkn dan tidak meminta ogkos nya pak? Sesekali anak-anak seperit itu harus dikrasin. Saya rasa mereka sengaja karena melihat sikap bapak yg terlalu baik kepada mereka. Anak-anak sekolh ko’ tidak sopan, menaiki angkot tanpa membayar…mank ini tumpangan gratis apa?” sungutku

“Bukannya bapak gak mau, cuma kadang alasan mereka sama.. gak punya uang. Jadi bapak ikhlaskn saja. Mudah-mudahan besok ketika mereka naik angkot ini .. mereka sudah punya uang.”
Pak supir menjawab sambil tersenyum.

Gak punya uang kenapa naik ya?? Fikirku . anak-anak sekarang, norma kesopanan yang dikoar-koarkan guru di sekolah sepertinya tidak berlaku di luar sekolah.

Pak supirpun melanjutkan, “mugkin hanya ini rezeki bapak hari ini.”

Duh bapak, di usia renta seperti ini dengan usaha nya, sedikitpun tidak ada raut marah ataupun kesal. Hanya senyum yang kuperhatikan. Sabar menghadapi kerasnya hidup… selalu berfikir positif terhadap orang lain. Disisi lain mungkin orang menganggapnya lemah, tapi aku tidak, bapak tua itu adalah sosok yang kuat, rela mengeluarkan keringatnya tanpa mengeluh apalagi menggerutu dengan kejadian saat itu. Mungkin ada berbagai alasan yang membuat si bapak seperti itu.

Taman karya, aku sudah sampai. Sambil meminta pak supir menghentikan angkotnya, aku menyodorkan uang lima ribuan, turun dari angkot dan berjalan sedikit cepat. Mungkin tidak sopan, aku terus berjalan walaupun si bapak memanggilku karena ingin mengembalikan uang ku yang masih tersisa. Sedikit berbalik kebelakang, aku tersenyum sambil menganggukkan kepala. Dan bapak tua itu pun berlalu……

Waktu itu, kira-kira pukul 17.00 sepulangnya dari perkuliahan. Seperti biasa, aku naik angkot warna hijau tua jurusan panam. Jam segini arus lalu lintas mulai padat di jalan Tuanku Tambusai. Karena jamnya orang kantoran pulang kerja, dan anak-anak sekolahan pulang. Sambil menunggu angkot, aku mengayunkan kaki melangkah d sepanjang trotoar.

“Teeet….teeet………. “

Astaghfirullah…spontan aku kaget mendengar suara klakson angkot yang sudah ada di sampingku.

“Panam..Panam…Panam”

“Panam dex,”

Karena kagetnya, aku merasa enggan menaiki angkot itu. Supirnya saja kurang sopan hampir menabrakku tadi…dan mengagetkan ku. Umpatku dalam hati,

“Gak bang, terima kasih”

ku ayunkan lagi kaki ku, sekilas ku lihat angkot yang tadi. Penuh sesak dengan anak es em a.

“hmmm, udah penuh masih juga ditawari, sungutku.”

Merasa kelelahan karena dari tadi angkotnya sarat penumpang, akhirnya ku putuskan untuk menunggu. Tak jauh ku lihat angkot hijau tua jurusan panam mendekat. Seorang bapak-bapak yang lumayan berumur yang jadi supirnya. Di belakang ada ibu-ibu yang mungkin pulang belanja. Dan 2 orang siswa SMA.

“Alhamdulillah, akhirnya ada juga angkot yang bisa kunaiki.”

Disepanjang jalan, 2 siswa sma di depan ku sibuk bercerita. Gak tau apa yang diceritakannya, sekilas ku dengar mereka menceritakan konser yang akan di laksanakan nanti malam di salah satu mol di kota ini. Tak berapa lama kemudian, pak supir memberhentikan angkot. Tepat di depan salah satu SMA. Rupanya ada penumpang baru, segerombolan anak SMA berhamburan masuk ke dalam angkot, tanpa menghiraukan kenyamanan penumpang yang lain. Dipemberhentian pertama, angkot yang kutumpangi pun penuh.

Lima belas menit sudah di perjalanan dengan angkot yang lumayan penuh, sehingga agak susah untuk bernafas lega, tiba-tiba pak supir memberhentikan angkot secara mendadak. Ibu yang berada disampingku terkejut, sambil memegangi baju ku.

Rupanya ada kecelakaan didepan, jalanpun bertambah macet. Karena kaget, ibu itu turun sambil bersungut-sungut. Meninggalkan angkot tanpa membayar ongkosnya.

Mungkin merasa bersalah, pak supir tidak menghiraukan ibu yang tidak membayar ongkos angkot itu. Selang beberapa menit kemudian angkot berjalan lagi… menelusuri kota yang akhir-akhir ini berdebu dan panas.

Angkot yang kutumpangi agak sedikit lapang dengan turunnya ibu tadi.

Simpang empat, bundaran mol sudah kulewati. Di persimpangan tiga Jl. Arifin Ahmad, tiba-tiba salah satu penumpang. Siswa SMA, meminta pak supir meminggirkan angkot.

“Ongkosnya di belakang ya pak”

“Iya” sahut sibapak dengan suara pelan

Angkot berjalan lagi, lamban kemudian sedikit melaju. Kulihat penumpang lainnya. Mungkin maksud anak tadi, temannya yang dibelakang yang membayar ongkosnya.

Lima menit kemudian…………..

Dipersimpangan empat pasar pagi, salah satu pasar di kota ini.

“Minggir pak” serempak dua siswa di pojok berkata

Sambil meminggir kan angkotnya, pak supir menoleh kebelakang. Tanda memintai ongkos

Dua siswa itupun turun, sedikit berlari dua siswa itu menyahut

“Ongkosnya dibelakang ya pak”

Dengan kata yang sama seperti penumpang sebelumnya.

Angkot pun berjalan lagi ke arah kanan menuju panam…lampu-lampu jalan mulai dihidupkan, tanda malam sudah datang.

Ku lihat lagi kedalam angkot. Masih ada dua siswa, dan satu siswi lagi. Saat itu yang ada difikiran ku, mungkin siswi ini yang akan membayar ongkos teman-temannya. Karena dua siswa yang masih tersisa adalah siswa yang memang sudah ada saat aku baru menaiki angkot, dengan kata lain tidak mungkin mereka yang akan membayar. Karena mereka duduk lebih awal dariku, sementra siswa lain datang setelah ku.

Lima menit kemudian, didepan jalan melur, dua siswa yang pertama menaiki angkot turun. Dengan membayar ongkos tiga ribu rupiah, sambil tersenyum salah satu dari mereka berkata.

“Maaf ya pak, uang nya kurang seribu”…

Hmm, iyalah . gak papa ucap pak supir

Sepuluh menit berlalu. siswi satu-satunya, dan orang yang ku anggap akan membayar ongkos siswa lain yang sudah turun dari tadi, meminta pak supir untuk memberhentikan angkotnya.

“Kiri pir…..”

Pelan angkot berjalan, mengarah kepinggir jalan, siswi itu pun turun sambil mengeluarkan uang 2000 rupiah,

Aku kaget, dengan heran sambil melihat jumlah ongkos yang dibayar oleh siswi tersebut, dua ribu rupiah? Bukannya dia harus membayar delapan ribu rupiah, knp hanya membayar 2000 rupiah saja.spontan aku bertanya

“dex, bukannya adex harus membayar delapan ribu?

Kenapa delapan ribu ya mbak?

“Hmm,, teman-temannya yang tadi??” Sambil menunjukkan arah belakang angkot

“Teman?? Yang mana ya?”

“Yang tadi turun di simpang”

oo..yang tadi. gak kenal tuchhh. Siswi itupun melangkah meninggalkan aku yang masih melongo, heran dengan kejadian hari ini. Disepanjang perjalanan pulang…

Dengan rasa penasaran aku bertanya kepada pak supir

Pak, di belakang sudah tidak ada orang lho? Sementara siswa SMA yg turun awal tadi belum bayar.

“Iya nak?? Hmmm, ya sudahlah mugkin mereka lagi tidak ada uang”

“Tapi…..”dengan suara pelan. Aku bergumam

“O ya, maaf pak, biasa nya dalam satu hari bapak dapat uang hasil narik angkot berapa ya?”

“Alhmdulillah, terkadang dapat 50 ribu…kadang lebih.

“Sering ya pak anak-anak SMA tidak bayar?”

“Mm,, kadang-kadang nak.”

“Trus kenapa bapak membiarkn dan tidak meminta ogkos nya pak? Sesekali anak-anak seperit itu harus dikrasin. Saya rasa mereka sengaja karena melihat sikap bapak yg terlalu baik kepada mereka. Anak-anak sekolh ko’ tidak sopan, menaiki angkot tanpa membayar…mank ini tumpangan gratis apa?” sungutku

“Bukannya bapak gak mau, cuma kadang alasan mereka sama.. gak punya uang. Jadi bapak ikhlaskn saja. Mudah-mudahan besok ketika mereka naik angkot ini .. mereka sudah punya uang.”
Pak supir menjawab sambil tersenyum.

Gak punya uang kenapa naik ya?? Fikirku . anak-anak sekarang, norma kesopanan yang dikoar-koarkan guru di sekolah sepertinya tidak berlaku di luar sekolah.

Pak supirpun melanjutkan, “mugkin hanya ini rezeki bapak hari ini.”

Duh bapak, di usia renta seperti ini dengan usaha nya, sedikitpun tidak ada raut marah ataupun kesal. Hanya senyum yang kuperhatikan. Sabar menghadapi kerasnya hidup… selalu berfikir positif terhadap orang lain. Disisi lain mungkin orang menganggapnya lemah, tapi aku tidak, bapak tua itu adalah sosok yang kuat, rela mengeluarkan keringatnya tanpa mengeluh apalagi menggerutu dengan kejadian saat itu. Mungkin ada berbagai alasan yang membuat si bapak seperti itu.

Taman karya, aku sudah sampai. Sambil meminta pak supir menghentikan angkotnya, aku menyodorkan uang lima ribuan, turun dari angkot dan berjalan sedikit cepat. Mungkin tidak sopan, aku terus berjalan walaupun si bapak memanggilku karena ingin mengembalikan uang ku yang masih tersisa. Sedikit berbalik kebelakang, aku tersenyum sambil menganggukkan kepala. Dan bapak tua itu pun berlalu……

0 komentar:

Posting Komentar