Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh… Ahlan Wasahlan Wamarhaban Bikum… Selamat Datang Ke Blog Saya… Terima Kasih.

Tampilkan postingan dengan label Cerpen. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Cerpen. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 05 November 2011

DUCH…..BERFIKIR POSITIF DONK

Jumat siang saat matahari mulai memanasi ubun-ubunku. Perkuliahan baru saja usai. 11.30 siang. Diperseimpangan depan kampus. Aku mencoba bersabar menunggu bus kota yang terbiasa lalu lalang. Sedikit pusing sebenarnya, karena matahari begitu menyegat.

Sepi juga siang ini, fikirku.

Sambil menunggu bus yang melewati jalan ini, aku bersandar di pohon, membuka tas dan mengambil 1 buku. Lumayan, sambil menunggu bus, aku bias menyambung membaca novel yang tadi sempat terputus sebelum jam perkuliahan dimulai. (Hehehe..ketahuan, mahasiswa bukannya membaca buku pelajaran, malah membaca novel)

Baru saja aku membaca paragraph kedua dari buku itu, terlihat angkot warna hijau jurusan panam. Berhenti di depan ku

Hmmm, tumben ada angkot yang lewat sini, inikan bukan jalurnya?

“Mau kemana dex? Panam?”

“Ya bang, sambil ragu-ragu aku menjawab”

“Ya sudah, naik saja. Abang tinggal di panam. Sekarang mau pulang karena mau jum’atan.”

Agak ragu juga sebenarnya, tapi karena bus yang di tunggu tak kunjung datang, akhirnya kunaiki angkot itu. Yang membuat aku semakin ragu adalah angkot itu tidak ada penumpangnya.

Di sepanjang jalan sudirman, aku terdiam sambil melihat kiri kanan. Saat itu yang ada di fikiranku. Nanti sampai kerumah gak ya?

Masuk ke jalan arifin ahmad, masih menjadi penumpang satu-satunya. Padahal aku berharap ada penumpang lain yang menaiki angkot ini. Tepat didepan SPBU di jalan arifin ahmad, seorang bapak memberhentikan angkot. Dan naik, duduk di depan ku

Ya rabbi, aku yang dari tadi berfikir negative terhadap si supir semakin berfikir negative. Yang ada difikiranku saat itu adalah. Nanti sampai kerumah gak ya? Sepanjang jalan Arifin fikiranku terus saja memikirkan sesuatu yang negatif. Terus terang, aku memang orang yang selalu berfikir negative terlebih dahulu jika melakukan sesuatu hal. Lima menit, tidak juga ada perempuan atau siapalah yang memberhentikan angkot ini. Dan duduk di angkot ini. Ingin rasanya meminta si supir memberhentikan angkot, karena sudah merasa tidak nyaman didalam. Padahal tidak ada yang usil atau pun mengganggu ku saat itu. Hanya aku saja yang terlalu berfikiran negative. Ditambah lagi teman-teman sering bercerita kalau jalan Arifin Ahmad rawan. Rawan kecelakaan lah, rawan rampok lah. Dan itu membuat ku semakin takut.

Tapi mengingat bus tidak kunjung terlihat juga dari tadi, ku beranikan saja untuk melanjutkan perjalanan. Dan mencoba berfikiran positif. Pasrah dech..

Tepat dijalan rambutan. Ada ibu-ibu dan dua remaja yang melambaikan tangan. Sambil bersorak di dalam hati, dan mengucapkan syukur. ketakutan-ketakutan ku dari menaiki angkot tadi mulai berkurang,

Jadilah empat penumpang saat itu.

Angkot berjalan laju berbelok kearah kiri. Perempatan pasar pagi, bapak yang duduk didepan ku turun, sambil menyodorkan uang dan mengucapkan terima kasih kepada supir.

Lampu hijau menyala, angkot yang kutumpangi pun mulai merangkak dan berjalan memasuki jalan Soebrantas. Di depan riau pos,penumpang yang masih tersisa, turun.

Tinggal lah aku sendiri lagi sebagai penumpang, bersama supir. Sambil tersenyum si supir menoleh kebelakang dan bertanya

“Turun dimana dex”

“Taman karya,” jawabku singkat

“Ooo.. iya.”

Tak lama angkot mulai berjalan pelan, sisupir memanggil supir angkot di depan angkot kami. Tepat didepan gerbang pesantren darel hikmah.

Sambil menoleh kebelakang.

“dex. Pindah ke angkot depan ya, rumah saya di gang depan ini, jadi tidak lewat taman karya”

“oo.. iya ini ongkosnya bang,”aku turun danl menyodorkan uang dua ribuan

“oo, tidak dex, gak apa-apa. Bayar didepan saja”

“makasi ya bang.”

“Yup”

Aku berpindah ke angkot depan

Saat berada di angkot yang baru kunaiki ini, aku memarahi diriku sendiri. Menyesali fikiran negative ku dari tadi kepada si supir. Orang yang sudah memberikan ku tumpangan secara gratis, coba kalau tidak ditawarkan. Pasti sekarang aku masih didepan kampus.

Ya Allah, bagaimana caranya meminta maaf, sepanjang perjalanan aku hanya berfikiran negative terhadap si supir. Semoga dengan kebaikannya hari ini, engkau memberikan kemudahan dan limpahan rezeki kepadanya. Amin

Tuch kan, berfikiran positif donk….! Umpatku dalam hati.

Selasa, 01 November 2011

PAK TUA ITU….

Waktu itu, kira-kira pukul 17.00 sepulangnya dari perkuliahan. Seperti biasa, aku naik angkot warna hijau tua jurusan panam. Jam segini arus lalu lintas mulai padat di jalan Tuanku Tambusai. Karena jamnya orang kantoran pulang kerja, dan anak-anak sekolahan pulang. Sambil menunggu angkot, aku mengayunkan kaki melangkah d sepanjang trotoar.

“Teeet….teeet………. “

Astaghfirullah…spontan aku kaget mendengar suara klakson angkot yang sudah ada di sampingku.

“Panam..Panam…Panam”

“Panam dex,”

Karena kagetnya, aku merasa enggan menaiki angkot itu. Supirnya saja kurang sopan hampir menabrakku tadi…dan mengagetkan ku. Umpatku dalam hati,

“Gak bang, terima kasih”

ku ayunkan lagi kaki ku, sekilas ku lihat angkot yang tadi. Penuh sesak dengan anak es em a.

“hmmm, udah penuh masih juga ditawari, sungutku.”

Merasa kelelahan karena dari tadi angkotnya sarat penumpang, akhirnya ku putuskan untuk menunggu. Tak jauh ku lihat angkot hijau tua jurusan panam mendekat. Seorang bapak-bapak yang lumayan berumur yang jadi supirnya. Di belakang ada ibu-ibu yang mungkin pulang belanja. Dan 2 orang siswa SMA.

“Alhamdulillah, akhirnya ada juga angkot yang bisa kunaiki.”

Disepanjang jalan, 2 siswa sma di depan ku sibuk bercerita. Gak tau apa yang diceritakannya, sekilas ku dengar mereka menceritakan konser yang akan di laksanakan nanti malam di salah satu mol di kota ini. Tak berapa lama kemudian, pak supir memberhentikan angkot. Tepat di depan salah satu SMA. Rupanya ada penumpang baru, segerombolan anak SMA berhamburan masuk ke dalam angkot, tanpa menghiraukan kenyamanan penumpang yang lain. Dipemberhentian pertama, angkot yang kutumpangi pun penuh.

Lima belas menit sudah di perjalanan dengan angkot yang lumayan penuh, sehingga agak susah untuk bernafas lega, tiba-tiba pak supir memberhentikan angkot secara mendadak. Ibu yang berada disampingku terkejut, sambil memegangi baju ku.

Rupanya ada kecelakaan didepan, jalanpun bertambah macet. Karena kaget, ibu itu turun sambil bersungut-sungut. Meninggalkan angkot tanpa membayar ongkosnya.

Mungkin merasa bersalah, pak supir tidak menghiraukan ibu yang tidak membayar ongkos angkot itu. Selang beberapa menit kemudian angkot berjalan lagi… menelusuri kota yang akhir-akhir ini berdebu dan panas.

Angkot yang kutumpangi agak sedikit lapang dengan turunnya ibu tadi.

Simpang empat, bundaran mol sudah kulewati. Di persimpangan tiga Jl. Arifin Ahmad, tiba-tiba salah satu penumpang. Siswa SMA, meminta pak supir meminggirkan angkot.

“Ongkosnya di belakang ya pak”

“Iya” sahut sibapak dengan suara pelan

Angkot berjalan lagi, lamban kemudian sedikit melaju. Kulihat penumpang lainnya. Mungkin maksud anak tadi, temannya yang dibelakang yang membayar ongkosnya.

Lima menit kemudian…………..

Dipersimpangan empat pasar pagi, salah satu pasar di kota ini.

“Minggir pak” serempak dua siswa di pojok berkata

Sambil meminggir kan angkotnya, pak supir menoleh kebelakang. Tanda memintai ongkos

Dua siswa itupun turun, sedikit berlari dua siswa itu menyahut

“Ongkosnya dibelakang ya pak”

Dengan kata yang sama seperti penumpang sebelumnya.

Angkot pun berjalan lagi ke arah kanan menuju panam…lampu-lampu jalan mulai dihidupkan, tanda malam sudah datang.

Ku lihat lagi kedalam angkot. Masih ada dua siswa, dan satu siswi lagi. Saat itu yang ada difikiran ku, mungkin siswi ini yang akan membayar ongkos teman-temannya. Karena dua siswa yang masih tersisa adalah siswa yang memang sudah ada saat aku baru menaiki angkot, dengan kata lain tidak mungkin mereka yang akan membayar. Karena mereka duduk lebih awal dariku, sementra siswa lain datang setelah ku.

Lima menit kemudian, didepan jalan melur, dua siswa yang pertama menaiki angkot turun. Dengan membayar ongkos tiga ribu rupiah, sambil tersenyum salah satu dari mereka berkata.

“Maaf ya pak, uang nya kurang seribu”…

Hmm, iyalah . gak papa ucap pak supir

Sepuluh menit berlalu. siswi satu-satunya, dan orang yang ku anggap akan membayar ongkos siswa lain yang sudah turun dari tadi, meminta pak supir untuk memberhentikan angkotnya.

“Kiri pir…..”

Pelan angkot berjalan, mengarah kepinggir jalan, siswi itu pun turun sambil mengeluarkan uang 2000 rupiah,

Aku kaget, dengan heran sambil melihat jumlah ongkos yang dibayar oleh siswi tersebut, dua ribu rupiah? Bukannya dia harus membayar delapan ribu rupiah, knp hanya membayar 2000 rupiah saja.spontan aku bertanya

“dex, bukannya adex harus membayar delapan ribu?

Kenapa delapan ribu ya mbak?

“Hmm,, teman-temannya yang tadi??” Sambil menunjukkan arah belakang angkot

“Teman?? Yang mana ya?”

“Yang tadi turun di simpang”

oo..yang tadi. gak kenal tuchhh. Siswi itupun melangkah meninggalkan aku yang masih melongo, heran dengan kejadian hari ini. Disepanjang perjalanan pulang…

Dengan rasa penasaran aku bertanya kepada pak supir

Pak, di belakang sudah tidak ada orang lho? Sementara siswa SMA yg turun awal tadi belum bayar.

“Iya nak?? Hmmm, ya sudahlah mugkin mereka lagi tidak ada uang”

“Tapi…..”dengan suara pelan. Aku bergumam

“O ya, maaf pak, biasa nya dalam satu hari bapak dapat uang hasil narik angkot berapa ya?”

“Alhmdulillah, terkadang dapat 50 ribu…kadang lebih.

“Sering ya pak anak-anak SMA tidak bayar?”

“Mm,, kadang-kadang nak.”

“Trus kenapa bapak membiarkn dan tidak meminta ogkos nya pak? Sesekali anak-anak seperit itu harus dikrasin. Saya rasa mereka sengaja karena melihat sikap bapak yg terlalu baik kepada mereka. Anak-anak sekolh ko’ tidak sopan, menaiki angkot tanpa membayar…mank ini tumpangan gratis apa?” sungutku

“Bukannya bapak gak mau, cuma kadang alasan mereka sama.. gak punya uang. Jadi bapak ikhlaskn saja. Mudah-mudahan besok ketika mereka naik angkot ini .. mereka sudah punya uang.”
Pak supir menjawab sambil tersenyum.

Gak punya uang kenapa naik ya?? Fikirku . anak-anak sekarang, norma kesopanan yang dikoar-koarkan guru di sekolah sepertinya tidak berlaku di luar sekolah.

Pak supirpun melanjutkan, “mugkin hanya ini rezeki bapak hari ini.”

Duh bapak, di usia renta seperti ini dengan usaha nya, sedikitpun tidak ada raut marah ataupun kesal. Hanya senyum yang kuperhatikan. Sabar menghadapi kerasnya hidup… selalu berfikir positif terhadap orang lain. Disisi lain mungkin orang menganggapnya lemah, tapi aku tidak, bapak tua itu adalah sosok yang kuat, rela mengeluarkan keringatnya tanpa mengeluh apalagi menggerutu dengan kejadian saat itu. Mungkin ada berbagai alasan yang membuat si bapak seperti itu.

Taman karya, aku sudah sampai. Sambil meminta pak supir menghentikan angkotnya, aku menyodorkan uang lima ribuan, turun dari angkot dan berjalan sedikit cepat. Mungkin tidak sopan, aku terus berjalan walaupun si bapak memanggilku karena ingin mengembalikan uang ku yang masih tersisa. Sedikit berbalik kebelakang, aku tersenyum sambil menganggukkan kepala. Dan bapak tua itu pun berlalu……

Waktu itu, kira-kira pukul 17.00 sepulangnya dari perkuliahan. Seperti biasa, aku naik angkot warna hijau tua jurusan panam. Jam segini arus lalu lintas mulai padat di jalan Tuanku Tambusai. Karena jamnya orang kantoran pulang kerja, dan anak-anak sekolahan pulang. Sambil menunggu angkot, aku mengayunkan kaki melangkah d sepanjang trotoar.

“Teeet….teeet………. “

Astaghfirullah…spontan aku kaget mendengar suara klakson angkot yang sudah ada di sampingku.

“Panam..Panam…Panam”

“Panam dex,”

Karena kagetnya, aku merasa enggan menaiki angkot itu. Supirnya saja kurang sopan hampir menabrakku tadi…dan mengagetkan ku. Umpatku dalam hati,

“Gak bang, terima kasih”

ku ayunkan lagi kaki ku, sekilas ku lihat angkot yang tadi. Penuh sesak dengan anak es em a.

“hmmm, udah penuh masih juga ditawari, sungutku.”

Merasa kelelahan karena dari tadi angkotnya sarat penumpang, akhirnya ku putuskan untuk menunggu. Tak jauh ku lihat angkot hijau tua jurusan panam mendekat. Seorang bapak-bapak yang lumayan berumur yang jadi supirnya. Di belakang ada ibu-ibu yang mungkin pulang belanja. Dan 2 orang siswa SMA.

“Alhamdulillah, akhirnya ada juga angkot yang bisa kunaiki.”

Disepanjang jalan, 2 siswa sma di depan ku sibuk bercerita. Gak tau apa yang diceritakannya, sekilas ku dengar mereka menceritakan konser yang akan di laksanakan nanti malam di salah satu mol di kota ini. Tak berapa lama kemudian, pak supir memberhentikan angkot. Tepat di depan salah satu SMA. Rupanya ada penumpang baru, segerombolan anak SMA berhamburan masuk ke dalam angkot, tanpa menghiraukan kenyamanan penumpang yang lain. Dipemberhentian pertama, angkot yang kutumpangi pun penuh.

Lima belas menit sudah di perjalanan dengan angkot yang lumayan penuh, sehingga agak susah untuk bernafas lega, tiba-tiba pak supir memberhentikan angkot secara mendadak. Ibu yang berada disampingku terkejut, sambil memegangi baju ku.

Rupanya ada kecelakaan didepan, jalanpun bertambah macet. Karena kaget, ibu itu turun sambil bersungut-sungut. Meninggalkan angkot tanpa membayar ongkosnya.

Mungkin merasa bersalah, pak supir tidak menghiraukan ibu yang tidak membayar ongkos angkot itu. Selang beberapa menit kemudian angkot berjalan lagi… menelusuri kota yang akhir-akhir ini berdebu dan panas.

Angkot yang kutumpangi agak sedikit lapang dengan turunnya ibu tadi.

Simpang empat, bundaran mol sudah kulewati. Di persimpangan tiga Jl. Arifin Ahmad, tiba-tiba salah satu penumpang. Siswa SMA, meminta pak supir meminggirkan angkot.

“Ongkosnya di belakang ya pak”

“Iya” sahut sibapak dengan suara pelan

Angkot berjalan lagi, lamban kemudian sedikit melaju. Kulihat penumpang lainnya. Mungkin maksud anak tadi, temannya yang dibelakang yang membayar ongkosnya.

Lima menit kemudian…………..

Dipersimpangan empat pasar pagi, salah satu pasar di kota ini.

“Minggir pak” serempak dua siswa di pojok berkata

Sambil meminggir kan angkotnya, pak supir menoleh kebelakang. Tanda memintai ongkos

Dua siswa itupun turun, sedikit berlari dua siswa itu menyahut

“Ongkosnya dibelakang ya pak”

Dengan kata yang sama seperti penumpang sebelumnya.

Angkot pun berjalan lagi ke arah kanan menuju panam…lampu-lampu jalan mulai dihidupkan, tanda malam sudah datang.

Ku lihat lagi kedalam angkot. Masih ada dua siswa, dan satu siswi lagi. Saat itu yang ada difikiran ku, mungkin siswi ini yang akan membayar ongkos teman-temannya. Karena dua siswa yang masih tersisa adalah siswa yang memang sudah ada saat aku baru menaiki angkot, dengan kata lain tidak mungkin mereka yang akan membayar. Karena mereka duduk lebih awal dariku, sementra siswa lain datang setelah ku.

Lima menit kemudian, didepan jalan melur, dua siswa yang pertama menaiki angkot turun. Dengan membayar ongkos tiga ribu rupiah, sambil tersenyum salah satu dari mereka berkata.

“Maaf ya pak, uang nya kurang seribu”…

Hmm, iyalah . gak papa ucap pak supir

Sepuluh menit berlalu. siswi satu-satunya, dan orang yang ku anggap akan membayar ongkos siswa lain yang sudah turun dari tadi, meminta pak supir untuk memberhentikan angkotnya.

“Kiri pir…..”

Pelan angkot berjalan, mengarah kepinggir jalan, siswi itu pun turun sambil mengeluarkan uang 2000 rupiah,

Aku kaget, dengan heran sambil melihat jumlah ongkos yang dibayar oleh siswi tersebut, dua ribu rupiah? Bukannya dia harus membayar delapan ribu rupiah, knp hanya membayar 2000 rupiah saja.spontan aku bertanya

“dex, bukannya adex harus membayar delapan ribu?

Kenapa delapan ribu ya mbak?

“Hmm,, teman-temannya yang tadi??” Sambil menunjukkan arah belakang angkot

“Teman?? Yang mana ya?”

“Yang tadi turun di simpang”

oo..yang tadi. gak kenal tuchhh. Siswi itupun melangkah meninggalkan aku yang masih melongo, heran dengan kejadian hari ini. Disepanjang perjalanan pulang…

Dengan rasa penasaran aku bertanya kepada pak supir

Pak, di belakang sudah tidak ada orang lho? Sementara siswa SMA yg turun awal tadi belum bayar.

“Iya nak?? Hmmm, ya sudahlah mugkin mereka lagi tidak ada uang”

“Tapi…..”dengan suara pelan. Aku bergumam

“O ya, maaf pak, biasa nya dalam satu hari bapak dapat uang hasil narik angkot berapa ya?”

“Alhmdulillah, terkadang dapat 50 ribu…kadang lebih.

“Sering ya pak anak-anak SMA tidak bayar?”

“Mm,, kadang-kadang nak.”

“Trus kenapa bapak membiarkn dan tidak meminta ogkos nya pak? Sesekali anak-anak seperit itu harus dikrasin. Saya rasa mereka sengaja karena melihat sikap bapak yg terlalu baik kepada mereka. Anak-anak sekolh ko’ tidak sopan, menaiki angkot tanpa membayar…mank ini tumpangan gratis apa?” sungutku

“Bukannya bapak gak mau, cuma kadang alasan mereka sama.. gak punya uang. Jadi bapak ikhlaskn saja. Mudah-mudahan besok ketika mereka naik angkot ini .. mereka sudah punya uang.”
Pak supir menjawab sambil tersenyum.

Gak punya uang kenapa naik ya?? Fikirku . anak-anak sekarang, norma kesopanan yang dikoar-koarkan guru di sekolah sepertinya tidak berlaku di luar sekolah.

Pak supirpun melanjutkan, “mugkin hanya ini rezeki bapak hari ini.”

Duh bapak, di usia renta seperti ini dengan usaha nya, sedikitpun tidak ada raut marah ataupun kesal. Hanya senyum yang kuperhatikan. Sabar menghadapi kerasnya hidup… selalu berfikir positif terhadap orang lain. Disisi lain mungkin orang menganggapnya lemah, tapi aku tidak, bapak tua itu adalah sosok yang kuat, rela mengeluarkan keringatnya tanpa mengeluh apalagi menggerutu dengan kejadian saat itu. Mungkin ada berbagai alasan yang membuat si bapak seperti itu.

Taman karya, aku sudah sampai. Sambil meminta pak supir menghentikan angkotnya, aku menyodorkan uang lima ribuan, turun dari angkot dan berjalan sedikit cepat. Mungkin tidak sopan, aku terus berjalan walaupun si bapak memanggilku karena ingin mengembalikan uang ku yang masih tersisa. Sedikit berbalik kebelakang, aku tersenyum sambil menganggukkan kepala. Dan bapak tua itu pun berlalu……

Rabu, 12 Oktober 2011

Seorang Gadis Itu....


Seorang gadis itu...


Yang lembut fitrah tercipta, halus kulit, manis tuturnya, lentur hati ... tulus wajahnya, setulus rasa membisik di jiwa, di matanya cahaya, dalamnya ada air, sehangat cinta, sejernih suka, sedalam duka, ceritera hidupnya ...


Seorang gadis itu ...

hatinya penuh manja, penuh cinta, sayang semuanya, cinta untuk diberi ... cinta untuk dirasa ...

namun manjanya bukan untuk semua, bukan lemah, atau kelemahan dunia ... ia bisa kuat, bisa jadi tabah, bisa ampuh menyokong, pahlawan-pahlawan dunia ... begitu unik tercipta, lembutnya bukan lemah, tabahnya tak perlu pada jasad yang gagah ...


Seorang gadis itu ...

teman yang setia, buat Adam dialah Hawa, tetap di sini ... dari indahnya jannah, hatta ke medan dunia, hingga kembali mengecap ni�matNya ...


Seorang gadis itu ...

bisa seteguh Khadijah, yang suci hatinya, tabah & tenang sikapnya, teman lah-Rasul, pengubat duka & laranya ... bijaksana ia, menyimpan à lmu, si teman bicara, dialah Òishah, penyeri taman Rasulullah, dialah Hafsah, penyimpan mashaf pertama kalamullah ...


Seorang gadis itu ...

bisa setabah Maryam, meski dicaci meski dikeji, itu hanya cerca manusia, namun sucinya ALLah memuji ... seperti Fatimah kudusnya, meniti hidup seadanya, puteri Rasulullah ... kesayangan ayahanda, suaminya si panglima agama, di belakangnya dialah pelita, cahya penerang segenap rumahnya, ummi tersayang cucunda Baginda ... bisa dia segagah Nailah, dengan dua tangan tegar melindung khalifah, meski akhirnya bermandi darah, meski akhirnya khalifah rebah, syaheed menyahut panggilan Allah.

Seorang gadis itu ...

perlu ada yang membela, agar ia terdidik jiwa, agar ia terpelihara ... dengan kenal Rabbnya, dengan cinta Rasulnya ... dengan yakin Deennya, dengan teguh áqidahnya, dengan utuh cinta yang terutama, Allah jua RasulNya, dalam ketaatan penuh setia . pemelihara maruah dirinya, agama, keluarga & ummahnya ...



Seorang gadis itu ...

melenturnya perlu kasih sayang, membentuknya perlu kebijaksanaan, kesabaran dan kemaafan, keyakinan & penghargaan, tanpa jemu & tanpa bosan, memimpin tangan, menunjuk jalan ...


Seorang gadis itu ...

yang hidup di alaf ini, gadis akhir zaman, era hidup perlu berdikari ... dirinya terancam dek fitnah, sucinya perlu tabah, cintanya tak boleh berubah, tak bisa terpadam dek helah, dek keliru fikir jiwanya, kerna dihambur ucapkata nista, hanya kerana dunia memperdaya ... kerna seorang gadis itu, yang hidup di zaman ini ... perlu teguh kakinya, mantap iman mengunci jiwanya, dari lemah & kalah, dalam pertarungan yang lama ... dari rebah & salah, dalam perjalanan mengenali Tuhannya, dalam perjuangan menggapai cinta, ni�mat hakiki seorang hamba, dari Tuhan yang menciptakan, dari Tuhan yang mengurniakan, seorang gadis itu ... anugerah istimewa kepada dunia!


Seorang gadis itu ...

tinggallah di dunia, sebagai ábidah, dahà payah & mujahidah, pejuang ummah ... anak ummi & ayah, muslimah yang solehah ... kelak jadi ibu, membentuk anak-anak ummah, rumahnya taman ilmu, taman budi & ma�rifatullah ...



Seorang gadis itu ...

moga akan pulang, dalam cinta & dalam sayang, redha dalam keredhaan, Tuhan yang menentukan ... seorang gadis itu dalam kebahagiaan! Moga lah-Rahman melindungi, merahmati dan merestui, perjalanan seorang gadis itu ... menuju cintaNYA yang ABADI.

( Rudi Al-Farisi )

Selasa, 11 Oktober 2011

Bersyukurlah, Maka Kau Akan Bahagia

Siang itu, saat langit menumpah kan hujan nya. Aku bergegas berjalan menuju halte bus. Jarum jamku menunjukkan tepat pukul 14.00 siang. Aku harus sesegara mungkin, karena kalau tidak,aku akan ketinggalan teman-teman yang lain. Hari ini ada mid semester, dan tidak ada penambahan waktu bagi siapapun tanpa terkeuali. Saat berjalan, aku melihat ada satu keluarga (menurutku), karena mereka terdiri dari dua orang perempuan, dua orang laki paroh baya, dan dua anak. Laki-laki dan perempuan

Sekilas kulihat mereka biasa – biasa saja. Tak ada sedikitpun kejanggalan atau perasaan apapun saat ku lihat mereka
Ketika aku mau menyebarangi jalan, seorang laki-laki dari keluarga itu menghampiri ku. Ternyata dia meminta ku untuk membantu mereka menyebrangi jalan. Setelah ku amati, ternyata dari satu keluarga itu. Hanya satu yang bisa melihat yaitu anak perempuan dan masih kecil. Subhanallah, aku tak menyangka, mereka yang tadinya kukira manusia sempurna, ternyata memiliki kekurangan. Indra penglihatan mereka tidak befungsi.
Saat menaiki bus yang sama. Aku mencoba memperhatikan mereka, seperti tidak ada perbedaan antara aku dan mereka. Dan sepertinya mereka menjalani hidup ini tanpa beban. Mereka tertawa, berbiara , bahkan mereka juga menggunakan telpon genggam untuk berkomunikasi. Aku menoba menjawab segala pertanyaan yang ada difikiranku. Bagaimana mereka mengoperasikannya, bagaimana mereka ketika mau menghubungi orang lain. Apakah mereka harus menghafal semua nomer ? trus, mau kemana mereka? Nanti ketika berhenti, mereka tau tidak tempatnya. Begitu banyak pertanyaan yang ada dibenak ku yang hanya bisa ku simpan sendiri. Pertanyaan demi pertanyaan terus saja menghampiri ku. Luar biasa, aku menganggap mereka adalah orang yang luar biasa. Dengan keterbatasan yang mereka milik. Itu tidak membuat mereka diam dan menjadi orang yang pasif. Serta tidak membuat mereka bersedih.
Sedangkan aku, memiliki panca indra yang sempurna. Tidak berusaha untuk aktif dalam kehidupan ini. Rasanya aku kurang mensyukuri nikmat yang diberikan sang pencipta. Terima kasih, ku ucap pelan saat melewati keluarga itu. Akupun turun dari bus dan berlari mengejar waktu. Jarum Jam menunjukkan pukul 14.35. aku telat 35 menit. semoga, masih ada kesempatan untukku memperbaiki diri. Walau nanti aku harus mengejar waktu yang tersisa untuk mengerjakan mid. Setidaknya, ada pelajaran berharga yang kudapat hari ini.