Al-Imam Asy-Syafi’ di lahirkan pada bulan Rejab tahun 150 hijrah di Ghaza, wilayah Asqalan yang letaknya di dekat pantai Lautan Putih (laut mati) bahagian tengah Palestina. Tempat kelahiran Imam Syafie sebenarnya bukanlah tempat kediaman ayahanya kerana tempat ayahnya adalah di Kota Mekah, daerah Hijjaz. Beliau lahir di Ghaza ketika kedua orang tuanya berada di kota tersebut untuk suatu keperluan. Kemudian kerana takdir Allah S.W.T ayahnya wafat di sana, sedangkan as Syafie masih dalam kandungan ibunya.
Diriwayatkan ketika Imam As Syafie dilahirkan di kampung Ghaza, ibunya memberi nama Muhammad. Berselang bebarapa hari sampailah berita dari negeri Baghdad Iraq bahawa Imam Abu Hanifah wafat dan telah dimakamkan di Baghdad sebelah timur. Riwayat lain menerangkan bahawa pada saat kelahiran as Syafie, keluarga beliau telah mengadakan perkiraan bahwa hari wafatnya (meninggalnya) Imam Abu Hanifah adalah bertepatan dengan hari kelahiran as Syafie. Berdasarkan riwayat ini, sebahagian ahli tarikh (sejarah) mencatat bahwa hari lahir dan tahun kelahiran Imam Asy Syafie bertepatan dengan hari wafatnya Imam Abu Hanifah r.a sehingga muncul ungkapan.”Telah tenggelam satu bintang dan muncul bintang yang lain.”
Kisah tentang Imam Asy-Syafi’i adalah kisah tentang seorang ahli menuntut ilmu. Seorang yang tidak pernah menyerah dalam menghadapi cobaan dan rintangan dalam mencari ilmu.
Al-Imam Asy-Syafi’i rahimahullahu berkata: “Aku tidak pernah kenyang semenjak 16 tahun lalu. Karena, banyak makan akan menyebabkan banyak minum, sedangkan banyak minum akan membangkitkan keinginan untuk tidur, menyebabkan kebodohan dan menurunnya kemampuan berpikir, lemahnya semangat, serta malasnya badan. Ini belum termasuk makruhnya banyak makan dari tinjauan syariat dan timbulnya penyakit jasmani yang membahayakan.”
Sebagaimana dikatakan dalam sebuah syair:
Sesungguhnya penyakit, kebanyakan yang engkau lihat
terjadi karena makanan atau minuman
Seandainya tidak ada keburukan dari banyak makan dan minum kecuali menyebabkan sering ke toilet, hal itu sudah cukup bagi orang yang berakal dan cerdas untuk menjaga diri darinya. Barangsiapa yang menginginkan keberhasilan dalam menuntut ilmu dan mendapatkan bekal hidup dari ilmu, namun disertai dengan banyak makan dan minum serta tidur, sungguh dia telah mengusahakan sesuatu yang mustahil menurut kebiasaan.
-Tadzkiratus Sami’ wal Mutakallim fi Adabil ‘Alim wal Muta’allim
0 komentar:
Posting Komentar